Selasa, 11 Maret 2014

Luka Papua

Judul: Luka Papua; HIV, Otonomi Khusus, dan Perang Suku
Penulis: Angela Flassy, Carol Ayomi, Christian Hamdani, Indri Q Jamilah, Jeremias Omona, John Pakage, Markus Makur, Paulus Kafiar, Pietsau Amafnini, Tjahjono dan Yunus Paelo
Kategori: Sosial
Penerbit: Spasi dan VHR Book
Cetakan: Pertama, 2008
Ukuran: 14,5 x 21 cm
Tebal: xvii + 197 halaman
Kondisi: Bagus
Harga: Rp. 20.000 (belum ongkir)
Order: SMS 083862205877

Jurnalis muda Papua mencoba mengurai persoalan besar tanah mereka: HIV, otonomi khusus, dan perang suku. Melalui reportase mereka menulis secara mendalam tentang perang suku di Timika, otonomi khusus dengan fokus dana Rencana Strategis Pembangunan Kampung di Jayapura, dan persoalan HIV/AIDS di Merauke. Ketiga tema itu merupakan persoalan yang paling krusial untuk segera diselesaikan.

Virus Maut
Papua menempati urutan kedua jumlah pengidap HIV/AIDS setelah Jakarta. Dana miliaran rupiah telah dikucurkan pemerintah dan donor untuk menanggulangi dan mencegah penularan virus tersebut. Ajaibnya, semakin banyak dana dikucurkan, angka pengidap HIV/AIDS justru meningkat. Jadi, di mana kesalahannya?

Hujan Uang di Tanah Papua
Sejak Inpres Percepatan Pembangunan Papua No. 5 Tahun 2007 diresmikan, Papua seolah kebanjiran uang. Inpres tersebut diterjemahkan dalam Perda Khusus tentang Otonomi Khusus yang disetujui Majelis Rakyat Papua. Dalam Perdasus ini Pemerintah Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat menjelaskan fungsi kewenangan pemerintah daerah dalam mengalokasikan, memanfaatkan, dan mempertanggungjawabkan seluruh dana otsus. Dalam perdasus disebutkan dana otsus diperuntukkan meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan orang asli Papua.

Perang Tiada Akhir
Perang adat yang biasa disebut perang suku di Papua tidak melulu mengumbar kekerasan. Perang adat dilakukan untuk menjaga martabat dan memenuhi rasa keadilan. Pembalasan dendam dalam perang adat sering dimaknai sebagai langkah untuk mencari keseimbangan sosial yang lebih mirip persaingan ketimbang kerusuhan sosial. Oleh karena itu, dalam setiap perang suku, selalu ada tuntutan mengenai jumlah korban yang jumlahnya harus sama di antara kelompok yang bertikai. Pelanggaran terhadap tata tertib perang akan mendapat tuntutan denda, ganti rugi dalam jumlah besar setelah perang selesai. Salah satu aturan perang adalah mereka akan bersama menentukan tempat perang, waktu, dan siapa penanggung jawab perang.

Buku Luka Papua: HIV, Otonomi Khusus, dan Perang Suku ini mencoba mengurai tiga perang adat yang paling disoroti: perang pemekaran Papua Tengah, Perang Kwamki Lama, dan Perang Banti – Kimbeli. Perang suku menjadi semakin besar karena pihak yang bertikai mudah terpancing isu yang belum jelas kebenarannya.

0 komentar:

Posting Komentar